Trip To Makassar Part 2

22 Desember 2016
Hari ini rutenya lebih sedikit karena Daeng Sukri baru bisa menemani besok ke Bantimurung. Akhirnya hari ini jalan sendiri lagi. Karena kemaren batal ke Balla Lampoa, maka saya bertekad hari ini harus kesana. Saya berangkat naik gojek (Rp. 22.000). ketika saya sampai disana, museumnya belum buka. Berbeda dengan Rotterdam yang dikelola dengan baik, Balla Lampoa sepertinya sangat berbeda. Petugas museum tidak mau buka kalau pengunjungnya hanya 1-2 orang. Walaupun mereka punya open hour, tetapi open hour mereka sangat bergantung kepada petugas dan jumlah pengunjungnya.

Museum ini akhirnya buka jam 11 setelah beberapa orang wisatawan dari Jawa Tengah juga datang. Didalam museum ini tersimpan beberapa set perlengkapan yang digunakan ketika acara-acara adat, ada pajangan foto-foto raja Gowa, dan juga sebuah pedang yang digunakan oleh Sultan Hasanuddin yang biasa kita lihat d buku-buku sejarah waktu sekolah dulu. Ketika di Balla Lampoa, saya menyempatkan diri untuk mengenakan baju adatnya. Bajunya simple dan warna-warna yang digunakan berbeda sesuai dengan umur pemakainya. Kalau kemaren saya ketemu dengan mahasiswa dari UNM, hari ini saya ketemu dengan segerombolan anak-anak kelas 1 MTs Syeikh Yusuf yang sedang main-main sepulang sekolah. Andini, salah seorang gadis manis, hari itu jadi personal photographer saya selama disana. Nice to meet you Andini..

Baterai kamera habis ketika di Balla Lampoa, mau tidak mau saya harus balik ke hotel. Saya balik dari sana menggunakan pete-pete merah tujuan central dan berhenti di Mall Ratu Indah yang isinya HANYA branded store. Dari Mall Ratu Indah sebenernya saya bisa balik dengan BRT, tetapi karena BRT masih harus ke Trans Studio Mall dulu dan tidak ada halte di dekat hotel, maka saya putuskan untuk naik Go-Jek saja (Rp. 5.000)

 Sorenya saya belanja oleh-oleh di Jln. Somba Opu yang isinya hanya 2 jenis pedagang saja. Pedagang emas dan pedagang oleh-oleh. Sepanjang jalan Somba Opu isinya adalah para penjual emas yang kita tahu bahwa kualitasnya bagus. Tidak seperti di Jogja dulu yang gampang sekali menemukan kaos khas Jogja, oleh-oleh di Somba Opu didominasi oleh makanan, songket makassar, dan kopi. Jadinya, pulang dari Makassar saya sekali tidak bawa baju kaos, saya cuma pulang bawa gantungan kunci, makanan, dan sarung bugis.

Setelah belanja, saya pesen gojek lagi ke Pantai Akkarena. Klu di internet kita bisa lihat bahwa lebih bagus berkunjung kesini ketika sunset atau malam. Tetapi karena saya sendiri, dan letak Pantai Akkarena yang ternyata cukup jauh didalam maka tidak mungkin untuk pergi malam-malam kesini. Lagipula sore itu sunset tertutup awan. Di Pantai Akkarena saya kembali kebingungan bagaimana caranya berfoto. Saya coba lagi untuk minta tolong salah seorang bapak-bapak yang pergi wisata dengan keluarganya. Beliau mengambil foto saya lalu kami bercengkrama sedikit tentang hobby fotografi beliau dan beliau berpesan “jangan lupa belajar ya” sambil menunjuk kamera yang saya pegang ketika kami berpisah. Nikmat lainnya dari Allah SWT.

23 Desember 2016
Yeayyy.. hari ini jalan ke Bantimurung. Sesuai yang dijanjikan oleh Daeng Sukri, maka hari ini kami akan berangkat ke Taman Nasional Bantimurung yang terkenal dengan penangkaran kupu-kupunya. Taman Nasional ini berjarak sekitar 40 KM dari Pantai Losari. waktu tempuhnya 1 jam 20 menit jika pergi dengan mobil pribadi. Tetapi karena hari itu kami hanya pergi berdua, sedangkan Mas faisal sedang ada acara maka kami putuskan untuk pergi naik pete-pete saja. Tidak kurang dari 5 kali ganti pete-pete untuk sampai ke Taman Nasional Bantimurung. Kami sampai di Ibukota Kab. Maros ketika jam sholat jum’at. Kami singgah di salah satu mesjid. Saya keliling sembari menunggu Daeng Sukri sholat. Selesai sholat kami lanjutkan perjalanan ke Bantimurung.

 
Ternyata malamnya di Maros hujan, sehingga jalan yang bisa digunakan untuk sampai ke penangkaran kupu-kupu jadi lebih becek. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak pergi ke penangkarannya, jadi kami hanya keliling disekitar air terjun yang ada disana. Di Maros terdapat pegunungan karst yang melintang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi selatan. Pegunungan ini pernah jadi nominasi 7 keajaiban dunia.

Lagi lagi saya harus dengar bahwa waktu seminggu di Makassar ini tidak cukup untuk mengeksplore Makassar karena saya belum ke Bira dan Toraja. I need another week. Sepulangnya dari Bantimurung kami mampir makan Coto di depan kampus UNHAS yang terkenal enak dan murah. Ini coto bukan soto. Rempahnya hampir ada 40 jenis dan dagingnya yang dipakai juga bukan jeroan, dan yang menambah enak coto ini adalah remasan jeruk nipis yang kita masukkan kedalam kuahnya. Semangkok kuah coto ini ditemani oleh ketupat dan rata2 kita akan makan 2 ketupat untuk 1 porsi Coto.  Ketika sesendok kuah coto itu masuk ke mulut, saya serasa berada di dunia baru. ENAAAAAKKKK SEKALIIIII.. bikin nambah bikin nagih.. KURAAAANGGGG..


Kami selesai makan pkl 5 sore, Daeng Sukri tidak bisa mengantarkan saya pulang, akhirnya saya pulang sendiri naik pete-pete. Baru sampai di hotel maghrib karena jalanan macet. Malamnya saya sempatkan makan pisang hijau lalu beres-beres karena besok akan pulang ke Padang..

24 Desember 2016
Penerbangan saya pukul 13.20. langit Makassar gelap bhkan di tol hujan turun dengan lebatnya. Awalnya saya berniat untuk berangkat ke bandara menggunakan taxi tapi karena tekor bayar laundry, akhirnya saya putuskan untuk menghemat pengeluaran dengan naik Damri. Untuk sampai di halte damri, saya harus naik pete-pete terlebih dahulu. Setelah menunggu setengah jam, bus Damri datang. Petugasnya tidak mau membantu saya mengangkat koper keatas, untungnya ada seorang laki-laki muda dari Jakarta yang membantu saya mengangkat koper tersebut ke atas. Terimakasih Mas.. Ketika turun pun, saya juga dibantu oleh seorang perempuan muda membawa box turun sedangkan saya mengangkat koper.

Sayangnya tidak ada petunjuk di counter check-in. berbeda dengan posisi counter check-in yang berjejer di kebanyakan bandara, di Bandara Sultan Hasanuddin, posisi conter check-in tidak menghadap pintu keberangkatan, bahkan saling membelakangi maskapai lain. Posisi seperti ini yang tidak dilengkapi oleh petunjuk arah membuat saya sukses berkeliling mencari counter sriwijaya. Counter sriwijaya berada di sebelah kiri pintu, saling membelakangi dengan Garuda Indonesia, sedangkan Lion Air Group berada di sebelah kanan.

Ketika pesawat bertolak, ada sebuah perasaan yang tidak jelas datang. Saya sedih karena perjalanan ini telah selesai sedangkan masih ada beberapa destinasi yang belum dikunjungi. Saya sedih karena berpisah dengan kawan-kawan baru, tetapi saya juga senang karena kembali berhasil menantang diri sendiri, kembali berhasil menaklukkan kecemasan, karena berhasil belajar hal-hal baru untuk bekal nanti. Goodbye Makassar and See you again..

Saya sampai di Padang jam 9 malam. Kembali ke rutinitas. Kembali jadi anak kos yang tidur di kasur single.. 



Perjalanan ke Makassar kemaren adalah perjalanan jauh pertama kali yang saya lakukan sendiri tanpa teman atau keluarga. Menjadi solo traveler berarti membuka peluang untuk berbagai pengalaman baru, mulai dari yang pahit sampai yang paling menyenangkan..
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Soal dan Tips Belajar CPNS

TOEFL Preparation di ITI Padang

Lirik EXO - I Like You (Hangeul, Roman, Terj. Indonesia)