Bawa Anak Ke Toko Buku

Tadi sore saya mampir ke sebuah toko buku grosiran di daerah Diponegoro. Penghuni Taman Melati mungkin tahu toko yang saya maksud. Bodohnya, saya lupa bahwa dua hari lagi hari senin. Hari pertama sekolah. Dan sudah pasti toko buku membludak. Dipenuhi barang-barang, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak SD yang sedang belanja kebutuhan sekolah. Kenapa hanya anak SD? Karena anak SMP dan SMA cenderung malas diajak pergi belanja begituan.

Di hari biasa, toko tersebut biasanya hanya diisi oleh bapak-bapak dan ibu-ibu pedagang yang beli barang grosiran untuk dijual kembali di warung atau di kios fotokopi. Tapi tadi, sepertinya sejauh mata memandang, banyak sekali anak-anak SD hilir mudik sibuk berteriak “mau gambar pokemon” “elsaa bundaa” “pensil yang model itu paa”..

Melihat anak-anak yang begitu bersemangat belanja kebutuhan sekolah membuat ingatan saya terlempar ke masa SD. Ketika iil kecil begitu bahagia setiap kali diajak ke toko buku dan alat tulis. Lucunya, saya dulu bahkan sudah bikin list belanja. Mau beli kotak pensil, pensil, penghapus, pena, tipe-x, buku tulis, buku gambar, pensil warna, crayon, rautan, dsb. List belanja yang saya buat tersebut, saya perlihatkan terlebih dahulu pada orangtua sambil bilang “besok iil beli ini yah”. Orangtua saya lah yang akan memilah mana yang disetujui, mana yang tidak. Beruntungnya jarang sekali list belanja kebutuhan sekolah sy ditolak karena saya selalu pakai jurus “kemaren kan juara 1”. *kibas-kibas jilbab.

Saya setuju sekali jika anak-anak diajak untuk membeli kebutuhan sekolah mereka. Pertama, agar timbul rasa senang bersekolah. Sekolah tidak seharusnya menjadi tempat yang menyeramkan buat anak, karena di sekolah anak-anak akan diajarkan banyak hal oleh gurunya, akan dididik oleh gurunya, akan berteman dengan banyak teman-temannya. Jika anak-anak berpikir pergi sekolah adalah agenda yang menyeramkan, takutnya mereka juga akan berpikir bahwa guru sama menyeramkannya. Kedua, agar anak bisa belajar mengambil keputusan. Ya walaupun mungkin ada yang bepikir terlalu kecil kalau anak SD disuruh mengambil keputusan, tapi menurut saya itu tidak masalah. Anak-anak harus belajar memilih kotak pensil mana yang harus dibeli, buku seperti apa yang harus dibeli, alat tulis seperti apa yang harus dibeli. Orangtua bisa memberi mereka gambaran “jika kamu  memilih kotak pensil A maka ini kelebihan, dan ini kekurangannya, dan jika kamu memilih B maka ini kelebihan dan juga kekurangannya”. Walaupun anak tidak harus langsung bisa membuat keputusan, tapi setidaknya mereka sudah diberi gambaran, sudah mulai diperkenalkan, sudah mulai diajarkan. Jadi jika nanti mereka harus memilih sesuatu yang lebih penting daripada kotak pensil, seperti sekolah tingkat lanjut, mereka tidak lagi gagap dan orangtua pun tidak kewalahan caranya memberikan gambaran dan saran kepada anak. 

Mari dukung gerakan #BawaAnakKeTokoBuku
_______________

Mungkin ada yang bilang “anak bau kencur ini tau apa dia soal mendidik anak?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Soal dan Tips Belajar CPNS

TOEFL Preparation di ITI Padang

Lirik EXO - I Like You (Hangeul, Roman, Terj. Indonesia)