Wajah Transportasi Umum Kota Padang

Beberapa hari lalu saya berjumpa dengan salah satu adik kelas semasa saya bersekolah di Ar-Risalah dulu. Perjumpaan tidak sengaja tentunya. Karena pertemuan yang disengaja dengan orang yang tidak begitu akrab yang tujuannya hanya berceritera dengan saya adalah hal nomor 2 yang terus saya hindari setelah makan kuning telur. 

Kita bertukar kabar dan saling menanyakan keadaan terkini. Dia semakin jaya sepertinya karena Oktober mendatang dia akan mulai belajar di salah satu sekolah bisnis internasional terkemuka di Jakarta sana. Dia bercerita tentang keinginan dan cita-citanya untuk membangun sebuah start-up di Kota Padang tercinta ini. Cerita yang akan saya ceritakan dibawah ini adalah respon saya terhadap pertanyaan yang dia ajukan “Apa yang harus kita rubah dari Kota Padang ini, Kak?”

Pertayaannya saya jawab dengan singkat “Perbaikan dan pendisiplinan tata ruang kota”. Ya, menurut awam saya, Pemerintah Kota Padang harus terlebih dahulu memperbaiki dan mendisiplinkan aturan yang berkaitan dengan tata ruang Kota Padang. Saya berpendapat bahwa dengan memperbaiki hal tersebut, kita akan menemukan wajah Kota Padang yang lebih ceria.

Dalam RPJMN Kota Padang 2014-2019, beberapa masalah infrastruktur dan tata ruang Kota Padang adalah Kota Padang tidak punya terminal angkutan kota dan bus yang representatif, prasarana jalan yang tidak memadai, serta moda transportasi TransPadang yang jumlahnya masih sedikit.

Pertama, saya ingin bahas tentang terminal.
Plaza Andalas  (Sumber : Koleksi Pribadi)
Kota Padang di kalangan akademisi sering disebut sebagai “satu-satunya kota di Indonesia yang tidak punya terminal”. Aawalnya saya kira ini hanya sesuatu yang sederhana, ternyata terlalu banyak akibat buruk dari Kota yang tidak berterminal ini. (Berita lengkap bisa dilihat disini). Kota Padang dulu punya Terminal Andalas yang kini sudah disulap menjadi pusat perbelanjaan. Saya tidak tahu apa alasan pasti kenapa lahan Terminal Andalas dialihkan menjadi pusat perbelanjaan.

Berdasarkan kenangan yang masih bisa Saya ingat, cerita teman-teman yang tumbuh di Padang, Terminal Andalas dahulu merupakan terminal yang  tertib. Ada banyak mobil dengan berbagai jurusan disana. Semua masyarakat yang akan pergi ke suatu tempat atau kembali dari suatu tempat ada di terminal ini. Semua bus transportasi masuk dan mangkal di terminal. Posisi Terminal Andalas juga sangat nyaman bagi siapapun. Karena dekat dengan pusat perekonomian Kota Padang, Pasar Raya. Terminal Andalas jadi ladang mencari nafkah yang strategis bagi masyarakat Kota Padang.

Terminal Andalas Kala Itu
(Sumber : niadilova.blogdetik.com)



Ketika Terminal Andalas disulap menjadi pusat perbelanjaan, lalu para pemilik PO (Perusahaan Otobus) diminta pindah ke TRB (Terminal Regional Bingkuang), tidak sedikit protes yang diterima dari para pengemudi bus karena pendapatan mereka menurun ketika pindah ke TRB. Selain itu, penumpang juga tidak ingin naik bus di TRB karena jaraknya yang jauh dari pusat kota dan akses angkutan kota yang sulit ke TRB sehingga penumpang cenderung lebih suka turun sebelum masuk terminal (Sumber : Haluan). Sejujurnya, TRB memang jauh dari pusat kota. Jauh dari Pasar Raya. Bukan hanya pemilik PO dan sopir bus, saya sebagai penumpang juga menolak untuk pindah naik bus kesana. Akibatnya TRB tutup usia dan lahirlah terminal bayangan. Kelahiran yang sungguh dramatis kawan.

Semenjak TRB tak lagi berpenghuni, bus-bus tersebut mulai berdiri mengunggu penumpang di ruas-ruas jalan. Beberapa diantaranya adalah di sepanjang gerbang UNP yang tentunya sangat tidak manis untuk dilihat. Ada beberapa Bus dari berbagai daerah yang parkir disana, seperti dari Pasaman dan Bukittinggi. Dan lebih sedihnya lagi, di beberapa titik sepanjang gerbang UNP ada bau pesingnya pula. Selain di UNP, di dekat stasiun kereta api Tabing, di Simpang Haru, di depan Mesjid Muhammadiyah, dan di Simpang Labor juga ada terminal bayangan.

Salah satu dari sekian terminal bayangan di Kota Padang yang ada di depan UNP
 (sumber gambar: koran.padek.co)
Kehadiran terminal bayangan di beberapa titik di jalan utama ini juga membantu kelahiran pedangan makanan dan minuman kecil di trotar jalan yang merupakan daerah pedestrian. Ketiadaan  terminal juga berefek pada sistem penurunan penumpang. Penumpang diturunkan dipinggir jalan dimanapun penumpang minta. Karena saban hari, selama 3 tahun 6 bulan ini saya menyaksikan mobil dari Pasaman, Pariaman, Bukittinggi dan Payakumpuh menurunkan penumpang maka saya tahu beberapa titik yang biasanya menjadi titik turun penumpang. Di depan kampus UNP (lagi), di depan Kantor Pajak yang ada di samping Basko Grand Mall, dan di depan Hotel Ina di simpang UBH (Universitas Bung Hatta). 

Angkot menanti penumpang yang baru saja turun dari bus
(Sumber gambar : Koleksi Pribadi)
Bus yang sedang menurunkan penumpang adalah buruan bagi para sopir angkot. Ketika sopir angkot melihat ada bus yang sedang menurunkan penumpang, maka sopir tersebut akan segera mendekat dan memarkirkan angkotnya sembarangan. Seperti putus urat malu. Tanpa ada rasa tenggang rasa terhadap sesama pengguna jalan, para sopir menekan klakson angkot dengan semena-mena. Berteriak “pasa..pasa..pasa..” (Pasar..pasar..pasar)

Coba teman-teman bayangkan jika Terminal Andalas masih disana. Masih ditempat yang seharusnya. Akankah teriakan “pasa..pasa..pasa..” (Pasar..pasar..pasar) dari para sopir yang sedang mencari nafkah tersebut mengganggu??

Inilah PR besar Pemerintah Kota Padang menurut saya. Mengembalikan apa yang seharusnya tak pernah di alihfungsikan.

Kedua, saya ingin bahas tentang TransPadang
Bus TransPadang (sumber gambar : Suara Pembaruan)
Di Kota Padang yang tercinta ini, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah moda transportasi massal. Di Kota Padang ini tersedia bus kota, angkot yang beragam warna, dan juga ada bus TransPadang. Saat ini angkot masih jadi idola banyak orang karena rute yang dicakupnya sangat luas hingga pinggir Kota Padang. Sedangkan Bus Kota dan TransPadang hanya melintasi jalur Koridor 1 yaitu dari Batas Kota hingga Pasar Raya Padang via Khatib Sulaiman.

TransPadang mulai beroperasi pada bulan Februari 2014. Masih segar diingatan saya ketika itu penumpang tidak dipungut biaya dalam 10 hari pertama beroperasinya TransPadang. Lepas 10 hari tariff normal berlaku, Rp. 1.500,- bagi pelajar dan Rp. 3.500,- bagi umum. Beroperasinya TransPadang mengurangi jumlah bus kota yang beroperasi. Hanya bus kota yang kondisi mesin dan fisiknya masih layak yang bisa beroperasi.

TransPadang berwarna biru ini memuat 40 orang maksimal dengan 20 bangku duduk dan 20 gantungan tangan. Dan bagi penumpang yang lanjut usia, hamil, dan cacat akan diprioritaskan untuk mendapatkan bangku duduk. Di dalam bus TransPadang juga disediakan CCTV untuk mengawasi bus dari dalam. Istimewa.

Semenjak beroperasi Bulan Januari tahun 2014 lalu, muatan TransPadang selalu saja ramai apalagi di jam-jam tertentu seperti jam berangkat kerja, pulang sekolah dan jam pulang kerja. TransPadang selalu ramai penumpang karena masyarakat lebih memilih naik TransPadang yang disediakan AC dan juga bertarif lebih murah Rp. 500,- dibandingkan bus kota. Tetapi karena jumlah armada TransPadang yang masih sedikit sedangkan penumpang terus mengalami peningkatan, maka kepadatan penumpang tidak bisa dielakkan lagi.

Pada bulan Juni-Juli lalu kebetulan saya sedang melaksanakan kegiatan magang di salah satu kantor pemerintah di Jalan Khatib Sulaiman yang mengharuskan saya untuk pulang dan pergi menggunakan TransPadang. Setiap pagi saya sudah harus berdiri di halte pada jam 06.45 WIB untuk menghindari desakan penumpang yang berlebihan. Dan setiap sore saya dan rekan-rekan pasti pulang berdesak-desakan di dalam TransPadang.

Saya juga masih ingat ketika melewati Jalan di depan PSDA (depan DPRD) yang berbelok, maka TransPadang akan berdecit karena jumlah penumpang yang sangat banyak di dalam TransPadang. Saya perhatikan jika berada di jam padat maka jumlah penumpang yang ada di dalam Bus TransPadang selalu melebihi 50 orang dan itu belum termasuk sopir dan pramugara bus. Penumpang berdesak-desakan di dalam bus sampai ada yang duduk di dekat dashboard bus, berdiri di tempat yang tidak ada gantungannya bahkan sampai duduk di atas penutup mesin yang ada di dekat sopir. Padahal di dalam bus ada CCTV!!

Di dalam bus juga terpampang slogan yang menyatakan bahwa keamanan penumpang merupakan hal utama. Aman dari mana ketika kapasitas bus hanya 40 orang tetapi diisi lebih dari 50?? Jika diisi 40 orang mungkin masih ada tempat-tempat kosong di dalam bus, tetapi perlu diperhatikan walaupun bus itu mampu memuat lebih dari 50 orang, tetapi daya dukungnya hanya 40 orang. Ini sama dengan saya yang hanya mampu membawa ember berisi 2 liter air, padahal ember itu mampu menampung 5 liter air. Bukan soal berapa muatan embernya, tapi kemampuan saya yang membawanya.

Jika tiap hari TransPadang diisi lebih dari 50 dan dipaksa bekerja bertrip-trip dengan muatan yang sama. Maka bus TransPadang akan cepat ringkihnya. Hari ini bahkan bus TransPadang itu belum ulang tahun yang ke-3 tapi setiap kali pintuya dibuka pasti berderit dan kadang perlu beberapa detik agar pintu bisa menutup sempurna sedangkan penumpang sudah membludak sampai ke pintu. Tidak aman sama sekali.

Selain menyakiti bus, tingkat kepadatan yang  ini juga menyakiti penumpang. Bus TransPadang yang difasilitasi AC dan tidak memiliki jendela yang terbuka memiliki udara yang tidak sehat untuk penumpang jika muatan penumpang berjumlah 50 orang atau lebih. Bisa teman-teman bayangkan betapa sesaknya penumpang ketika harus berdesak-desakan di dalam bus dan berebut oksigen pula. Bayangkan betapa kotornya udara didalam sana. 

Semakin padat bus TransPadang, maka tingkat keamanan didalam bus juga semakin diragukan. Peluang untuk melakukan tindakan kriminal bahkan asusila semakin terbuka lebar. Bus TransPadang didominasi oleh penumpang perempuan. Setiap penumpang perempuan akan berada di sisi depan bus, dan penumpang laki-laki berada di sisi belakang bus. Tapi tidak jarang juga perempuan harus ikut berdiri di sisi belakang karena bus yang sangat padat dan harus berdekatan dengan laki-laki.

Saya dan semua masyarakat Kota Padang berharap agar Pemerintah Kota Padang bisa memberikan perhatian pada permasalahan transportasi kota ini. Karena dengan memperbaiki permasalahan terminal yang tidak ada dan menyelesaikan carut-marut transportasi umum, Kota Padang bisa menemukan wajah kota yang lebih ceria, livable, dan lovable.
_______

Lagi dan lagi, saya mengajak kita semua membuka mata. Kota Padang milik kita semua. Tidak ada soal dengan kritik dan saran yang masuk karena semata-mata itu untuk kota kita. Kota Padang tercinta, kujaga dan kubela. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Soal dan Tips Belajar CPNS

TOEFL Preparation di ITI Padang

Lirik EXO - I Like You (Hangeul, Roman, Terj. Indonesia)